Tuesday 5 May 2009

Pengguna dan penggunaan Bahasa Jawa

Belajar Bahasa Jawa rasanya seperti belajar dua bahkan tiga bahasa sekaligus. Bahasa yang digunakan dalam suatu kelompok masyarakat sejatinya memang bahasa yang berbeda dengan kata-kata yang "bertingkat" menurut para penggunanya.

Secara garis besar Bahasa Jawa dibagi menjadi dua kelompok, yaitu "ngoko" dan "basa" atau "krama". Pembagian ini adalah menurut pengguna atau penggunaannya. Misalnya Ngoko, yang secara demografis merupakan bahasa yang terbanyak digunakan dalam masyarakat berbahasa Jawa, adalah bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang strata sosialnya sama, atau hubungan keluarga yang setara. Misalnya oleh orang-orang yang saling mengenal dengan baik atau sesama saudara.

Bahasa "krama" adalah bahasa "halus" yang secara strata sosial digunakan oleh para "priyayi" baik yang merupakan priyayi secara turunan aristokratik atau masyarakat yang berpendidikan (tinggi).

Penjelasan di atas ini adalah simplifikasi dari potret pengguna dan penggunaan bahasa Jawa secara umum hari ini. Bagi yang tak terbiasa, sulitnya alternasi antara kata-kata "ngoko", "krama" maupun "madya" -- yang tingkat kesopanannya di antara kedua kelompok yang pertama -- mendorong lebih banyak digunakannya Bahasa Indonesia untuk menjembatani kesalahan penggunaan atau penempatan kata-kata dalam hubungan kelompok yang strata-nya lebih rendah ke tingkatan yang lebih tinggi.

Mungkin lebih jelas bila digambarkan dalam contoh sebagai berikut:
"Saya pergi ke pasar"
1. Aku lunga menyang pasar
2. Kowe lunga menyang pasar
3. Sampeyan tindak menyang pasar
4. Panjenengan tindak dhateng pekan

Contoh (1) dan (2) adalah pemakaian bahasa ngoko. Kalimat (3) juga dinamakan ngoko alus, karena kata ganti dan kata kerjanya menggunakan kata-kata krama, sedangkan susunan kata lainnya tetap menggunakan bahasa ngoko. Yang terakhir (4) adalah susunan tingkatan krama.

Penggunaan Bahasa Jawa menggunakan prinsip "andhap asor" atau rendah hati. Jadi untuk menunjuk diri sendiri biasanya tidak pernah digunakan tingkatan bahasa tertinggi karena dianggap menyombongkan diri. Sebagaimana kata "saya" yaitu "kula" yang berasal dari kata "kawula".

Jadi walaupun dalam susunan kalimat krama, penunjukkan ke diri sendiri selalu menggunakan kata yang setingkat lebih rendah, dengan kata-kata madya.

No comments:

Post a Comment